Viral sebuah video melalui media sosial Twitter, yang diunggah bersamaan dengan narasi bahwa video tersebut terjadi di Perum Agape, Desa Tumaluntung, Kecamatan Kauditan, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Video berdurasi 2 menit 8 detik tersebut diunggah pada 28 Juli 2019, Pukul 02.30. Menurut si pengunggah, disebutkan bahwa sosok wanita dalam video tersebut yang merupakan kepala desa setempat tengah menyegel Mushola dan melarang orang beribadah shalat. Guna meluruskan isu yang sudah viral tersebut, pihak terkait yang diketahui adalah Hukum Tua (Kumtua) Desa Tumaluntung, Kecamatan Kauditan, Minahasa Utara, Ifonda Nusah pun akhirnya angkat bicara.
Selengkapnya terdapat di penjelasan!
KATEGORI: KLARIFIKASI
===
SUMBER:
Sumber Klarifikasi: MEDIA DARING
Sumber Video: MEDIA SOSIAL TWITTER
===
NARASI:
Narasi Klarifikasi:
Kumtua Desa Tumaluntung, Ifonda Nusah: “Itu bukan mushola tapi balai pertemuan Majelis Ta’lim Al Hidayah”.
Narasi Isu:
“Kejadian di perum agape desa tumaluntung, kec kauditan, kab minut Sulut Kepala desa segel mushola dan melarang orang shalat dengan alasan tidak ada izin.!!??”
===
PENJELASAN: Viral melalui media sosial Twitter, unggahan yang berisi sebuah video beserta narasi “Kejadian di perum agape desa tumaluntung, kec kauditan, kab minut Sulut Kepala desa segel mushola dan melarang orang shalat dengan alasan tidak ada izin.!!??” yang diunggah oleh akun bernama @Mrmarshall_rama pada 28 Juli 2019. Hingga saat ini, video tersebut telah disaksikan lebih dari 287 ribu pengguna Twitter lainnya.
Guna menanggapi informasi yang telah viral tersebut, pihak terkait pun akhirnya angkat bicara. Melansir dari beritamanado.com, Hukum Tua (Kumtua) Desa Tumaluntung, Ifonda Nusah membantah mengenai kabar yang menyebut adanya penutupuan mushola di Desa Tumaluntung seperti halnya yang disampaikan dalam narasi yang diunggah bersamaan dengan video tersebut. Nusah menjelaskan bahwa lokasi yang dipermasalahkan bukanlah mushola melainkan balai pertemuan Al Hidayah.
“Itu bukan mushola tapi balai pertemuan. Nah, karena disitu mulai ada aktifitas ibadah maka masyarakat mempertanyakan kepada saya. Tugas saya sebagai pemerintah desa yaitu mengecek lokasi yang dipermasalahkan. Kalaupun itu rumah ibadah, maka pemerintah menanyakan izinnya. Jadi bukan saya melarang untuk beribadah disitu, bukan. Kalau ada yang beribadah, masa kami larang. Hanya saja untuk mendirikan rumah ibadah, harus ada izin,” pungkasnya.
Menurut Nusah, awal Juli 2019 sudah dilakukan pertemuan antara pemerintah desa dengan tokoh-tokoh agama beserta Polres Minut. Dari pertemuan tersebut, dihasilkan kesepakatan agar penyelesaian masalah diserahkan kepada pemerintah desa.
“Tindak lanjut pertemuan itu belum ada karena berbagai kesibukan. Lalu pada Kamis (25/7/2019) saya undang lagi masyarakat kelompok itu untuk sama-sama berdialog dengan masyarakat setempat, namun tidak ada perwakilan dari kelompok itu yang datang,” ujar Nusah.
Senada dengan Ifonda Nusah, Kabag Humas dan Protokol Pemkab Minahasa Utara, Chresto Palandi juga menepis isu yang berkembang melalui media sosial tersebut. Melansir dari detik.com, Chresto menyatakan bahwa tempat yang disebut sebagai mushola itu adalah balai pertemuan.
“Jadi yang jelas, itu bukan musala tapi balai pertemuan, dan seperti aturan untuk semua bahwa untuk mengadakan kegiatan, kumpul-kumpul, harus ada izin kegiatan berkumpul kan, izin keramaian,” ujar Chresto.
Chresto menjelaskan bahwa peristiwa bermula saat Jemaah meminta izin untuk shalat, namun oleh Pemerintah Desa dipersilakan shalat di masjid. Chresto menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah menghalang-halangi seseorang atau kelompok agama apapun untuk beribadah. Namun, menurutnya setiap kegiatan memang harus berizin.
Chresto mengatakan setiap kegiatan memang harus disertai izin. Dia juga memastikan pemerintah tidak menghalang-halangi masyarakat untuk beribadah.
“Belum sempat ngurus izin sehingga acara kegiatan itu dihentikan oleh pemerintah desa, sama sekali nggak ada motif untuk menghalangi ibadah, salat, sama sekali nggak ada,” ujar dia.
Dia menjelaskan selama Bulan Ramadhan penuh pun pemerintah memberikan izin kepada umat Islam untuk beribadah di tempat pertemuan tersebut. Chresto kembali menegaskan tak ada upaya dari pemerintah untuk melarang warga beribadah.
“Waktu selama bulan suci Ramadan, sama minta izin untuk salat di situ, dan itu diizinkan. Nah setelah itu seperti biasa kalau ada kegiatan-kegiatan semua dari Kristen, dari Muslim, kalau mau kumpul-kumpul kan ngurus izin. Mungkin pada kesempatan yang lalu nggak ngurus izin, jadi disetop pemerintah desa,” imbuh dia.
“Yang pasti sama pemerintah desa kalau mau dilanjutkan atau apa, silakan lengkapi administrasi dan persyaratan musala, sama sekali nggak ada menghalangi orang beribadah,” sambung Chresto.
Chresto memastikan situasi saat ini sudah kondusif. Sejumlah tokoh lintas agama sudah bertemu membicarakan persoalan tersebut.
“Sudah diselesaikan secara kekeluargaan melibatkan juga unsur BKSAUA (Badan Kerja Sama Antar Umat Beragama) dan FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama), sudah kondusif, dan pemdes mempersilahkan untuk melengkapi persyaratan apabila tempat pertemuan tersebut akan dijadikan musala,” ujar dia.
===
REFERENSI: