TIDAK ADA produk hukum yang melindungi homo dan lesbi, yang sedang dibahas di RKUHP justru LARANGAN dan PIDANA. Selengkapnya di bagian PENJELASAN dan REFERENSI.

======

KATEGORI

Konten yang Menyesatkan.

======

SUMBER

http://bit.ly/2TDDtO4 https://archive.fo/wvKzJ, post oleh akun “Uun Gunawan Unz” (facebook.com/uun.gunawanunz), sudah dibagikan 2.678 kali per tangkapan layar dibuat.

======

NARASI

“…
Maka jangan heran di tahun 2019 ini,
meskipun Indonesia itu mayoritasnya masih Muslim,
Tapi sekarang ini kelompok homo & lesbi sudah dilindungi hukum & UU.
…”

Salinan narasi selengkapnya di (5) bagian REFERENSI.

======

PENJELASAN

(1) http://bit.ly/2rhTadC / http://bit.ly/2MxVN7S, First Draft News: “Konten yang Menyesatkan

Penggunaan informasi yang sesat untuk membingkai sebuah isu atau individu”.

——

(2) Beberapa artikel yang terkait:

——

(3) Mengenai “MK menolak perluasan tindak sodomi, hubungan sesama jenis, hingga kumpul kebo masuk sebagai tindakan kriminal.” di akhir artikel ketiga, dibahas di post sebelumnya di http://bit.ly/2CpD1Za: [SALAH] “mereka sdh melegalkan kemaksiatan”.

MK menolak karena tidak memiliki wewenang dan sudah diatur di KUHP serta dipertegas di RKUHP, bukan berarti mendukung atau melegalkan LGBT dan zina, selengkapnya di (4) bagian REFERENSI.

======

REFERENSI

(1) http://bit.ly/2TOtqBP detikNews: “Rabu 13 Februari 2019, 14:33 WIB

Ketua DPR Tegaskan Broadcast UU LGBT Disahkan Tidak Benar!

Nur Azizah Rizki Astuti – detikNews

(foto)
Gedung DPR (Foto: Lamhot Aritonang)

Jakarta – Pesan berantai (broadcast message) berisi kabar UU LGBT disahkan beredar di grup-grup WhatsApp dan media sosial. Ketua DPR, Bambang Soesatyo, menegaskan kabar itu tidak benar.

Berikut bunyi broadcast tersebut (tanpa diedit):

“Innalilahi wa Inna ilahi Raji’un LGBT telah disahkan UUD LGBT. Ternyata PPP & PKB ikut mendukung. Infonya spt ini: Tidak dipublikasikasikan pak, sengaja takut dikonfrontasi..yg jelas fraksinPKS, Gerindra, PAN nangis di DPR”

Seperti diketahui, pengesahan suatu UU harus melewati sederet proses hingga akhirnya dibawa ke rapat paripurna DPR. Hingga penutupan masa sidang hari ini, Rabu (13/2/2019), tidak ada pengesahan UU LGBT.

Kabar itu juga ditepis oleh Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet). Dia menegaskan bahwa dalam UU yang yang sedang disusun DPR saat ini, baik RUU KUHP maupun RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), tidak ada yang membuka ruang untuk melegalkan LGBT.

“Nah ini yang perlu diluruskan. Tidak ada satu kalimat pun yang memberi ruang dan peluang bagi pengesahan adanya LGBT maupun perzinaan, baik itu di KUHP maupun RUU PKS,” ucap Bamsoet saat dikonfirmasi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (13/2/2019).

“Jadi saya yakinkan dan saya nyatakan dengan tegas tidak ada itu,” tegasnya.

Bamsoet meminta publik tidak khawatir. Bahkan jika ada pengesahan LGBT, Bamsoet siap mundur dari jabatannya.

“Saya sudah menyampaikan kalau ada LGBT yang sampai masuk disahkan, saya yang pertama kali menyatakan mundur dari ketua DPR RI,” kata Bamsoet.

(imk/tor)”.

——

(2) http://bit.ly/2AcSVFJ, TEMPO(dot)CO: “DPR dan MUI Sepakat LGBT Dipidana dalam RKUHP

Reporter: M Taufiq
Editor: Ninis Chairunnisa
Selasa, 6 Februari 2018 15:30 WIB

(foto)
Bambang Soesatyo. Dok.TEMPO/Dhemas Reviyanto Atmodjo

TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soetsatyo mengatakan DPR dan Majelis Ulama Indonesia sudah berkesepahaman terkait materi Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender atau LGBT dalam rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

“Pansus RKUHP sudah terima kajian dari MUI terkait masukannya pada revisi KUHP,” kata Bambang di kantor MUI pada Selasa, 6 Februari 2018

Saat ini, DPR dan pemerintah sedang menyelesaikan pembahasan RKUHP. Salah satu isu krusial dalam pembahasan tersebut adalah penambahan materi larangan perilaku hubungan sesama jenis atau LGBT.

Bambang mengatakan dalam pasal 495 RKUHP, sudah disepakati bahwa LGBT masuk dalam tindakan pidana perbuatan cabul sesama jenis dan negara berkewajiban untuk mengaturnya. “RKUHP harus didasari dengan ruh keagamaan,” kata dia.

Meski begitu, menurut Bambang, RKUHP belum selesai di masa sidang sekarang karena masih banyak pasal yang masih dalam kajian. Masukan dari MUI ini, kata Bambang, akan dibahas oleh pansus RKUHP. “Semoga masa sidang selanjutnya bisa disahkan,” ujarnya..

Adapun pandangan MUI terkait RKUHP, yaitu menyorot pembahasan mengenai pasal perzinaan. Dalam KUHP, zina hanya untuk orang yang sudah mempunyai pasangan suami istri. MUI meminta agar perzinaan itu diberlakukan untuk semua hubungan suami istri di luar pernikahan.

Sedangkan untuk LGBT, MUI tidak setuju tentang LGBT pada pasal 495 ayat 2 disebutkan hanya diberlakukan untuk usia dibawah 18 tahun. MUI menilai hal ini seharusnya diberlakukan untuk semua usia.

Ketua Umum MUI Ma’ruf Amin mendukung RKUHP yang akan mempidana pelaku LGBT. Di tengah pro dan kontra LGBT yang masih ada kalangan untuk melegalkan, putusan DPR untuk dipidana merupakan kabar baik bagi umat beragama.

Ma’ruf Amin mengaku masih keberatan dengan hukuman pidana belum berat. Namun, menurut dia, MUI akan berencana untuk me-review pasal ini nanti terkait hukuman pidananya. “Ini bertahap, karena masih ada kalangan yang mendukung LGBT,” ujarnya.”

(3) http://bit.ly/2IX8Pqz, Beritagar(dot)id: “Menggoreng isu LGBT dengan hoax

Muhammad Nur Rochmi
08:30 WIB – Senin, 22 Januari 2018

(foto)
Ketua MPR Zulkifli Hasan | Yudhi Mahatma /Antara Foto

Hoax paling bikin gaduh adalah hoax yang diembuskan pejabat negara. Kali ini, yang diembuskan adalah isu lama, LGBT alias lesbian, gay, biseksual, dan transeksual. Pengembusnya, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan.

Dalam kunjungannya ke Surabaya, Ketua Umum PAN itu menyebut DPR tengah membahas soal undang-undang LGBT atau pernikahan sesama jenis.

“Saat ini sudah ada lima partai politik menyetujui LGBT,” kata Zulkifli di Kampus Universitas Muhammadiyah Surabaya, Sabtu (20/1/2017) seperti dikutip dari Republika.

Menurut Zulkifli persetujuan ini menunjukkan kesenjangan antara aspirasi masyarakat yang dengan partai politik atau anggota DPR. “Kesenjangan politik seperti apa? Ya lihat saja masyarakat maunya A, tapi partai politik di DPR maunya B,” ujarnya.

Sontak pernyataan Zulkilfi ini memancing murka partai-partai lain. Bahkan dinilai tak berdasar. Sebab, menurut Ketua DPR Bambang ‘Bamsoet’ Soesatyo, saat ini tidak ada pembahasan RUU LGBT di DPR.

“Tidak ada pembahasan UU LGBT. Itu masuk dalam pembahasan RUU KUHP,” kata Bamsoet ini kepada detikcom, Minggu (21/1/2018).

Bamsoet mengatakan semangat pembahasan RUU KUHP adalah menolak eksisnya LBGT. Bahkan, sedang ada pembahasan perluasan pasal di RUU KUHP terkait pelaku LGBT.

“Perluasan dari pasal itu agar pelaku LGBT bisa dijerat dengan perbuatan cabul hubungan sejenis, dengan hukuman pidana,” ujar politikus Golkar tersebut.

Anggota Panitia Kerja (Panja) RUU KUHP dari Fraksi PPP, Arsul Sani menjelaskan, soal LGBT ini masuk dalam pembahasan RUU KUHP.

Panja tengah membahas perluasan cakupan tentang perbuatan cabul. Konsep awal RUU KUHP dari pemerintah adalah, perbuatan cabul oleh LBGT atau sesama jenis hanya dipidana kalau dilakukan terhadap orang di bawah umur 18 tahun.

Nah, PPP dan PKS mengusulkan cakupan ini diperluas. Menurut Arsul, enam fraksi setuju dengan usulan perluasan ini. Keenam fraksi tersebut adalah Golkar, Nasdem, PKB, Demokrat, Gerindra dan PDIP.

“Sedangkan PAN dan Hanura tidak hadir dalam rapat Panja tersebut,” ujar Arsul, Minggu (21/1/2018).

Politisi PDIP Arteria Dahlan menilai pernyataan Zulkifli sebagai tindakan ceroboh dan menista DPR.

“Pak Zulkifli dalam kapasitasnya selaku Ketua MPR secara ceroboh dan tanpa dasar melontarkan pernyataan yang keji serta cenderung menista institusi DPR, terutama lima fraksi di DPR yang juga tidak jelas fraksi yang mana,” kata Arteria, Minggu (21/1/2018).

Arteria menyebut apa yang disampaikan Zulkifli sangat tidak benar dan tanpa dasar. Dia meminta isu LGBT jangan hanya dijadikan sebagai komoditas politik atau pencitraan politik untuk meraup simpati dan popularitas.

Anggota Tim Perumus RUU KUHP ini meminta DPR untuk meminta klarifikasi Zulkifli, agar tidak terjadi kegaduhan.

Zulkifli masih enggan menyebut nama-nama partai yang ia tuding mendukung LGBT. Ia keukeuh menyatakan hanya ada lima partai yang menolak LGBT. Minggu (21/1) saat bersua dengan media Zulkifli ia tak menyebut nama-nama partai itu.

“Itu saja yang saya sampaikan,” kata Zulkifli seperti dikutip dari CNN Indonesia. Zulkifli mengatakan, PAN secara tegas menolak LGBT.

“Saya mengatakan ada empat partai politik yang menolak LGBT, ditambah satu lagi PAN. Dari awal kami menolak LGBT,” ujarnya.

Ini bukan kali pertama Zulkifli melempar isu LGBT. Dua tahun lalu, ia menyeru kampus untuk menolak LGBT. Alasannya, orientasi seksual ini tak sesuai dengan budaya Indonesia.

“Ya memang ini kan fenomena baru, ya. Ini nggak sesuai dengan budaya kita, harus dilarang karena tidak sesuai dengan budaya Indonesia,” kata Ketua MPR Zulkifli Hasan kepada detikcom, Minggu (24/1/2016).

Bulan Mei di tahun yang sama saat di Jambi ia menegaskan LGBT tidak memiliki tempat di Indonesia. Menurutnya, tidak ada satu pun ras, suku, dan agama yang ada di Indonesia mengizinkan praktik hubungan sejenis.

Isu ini bahkan sempat masuk dalam permohonan konstitusi dan disidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK). Namun dalam putusannya tengah Desember lalu, MK menolak perluasan tindak sodomi, hubungan sesama jenis, hingga kumpul kebo masuk sebagai tindakan kriminal.”

——

(4) http://bit.ly/2Tq8nbX KOMPAS(dot)com: “Mahfud MD: Yang Kurang Paham, Menuduh MK Perbolehkan Zina dan LGBT

KRISTIAN ERDIANTO
Kompas.com – 17/12/2017, 16:23 WIB

(foto)
Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD ketika ditemui usai acara pembukaan Konferensi Nasional Hukum Tata Negara (KNHTN) ke-4, di Aula Pemerintah Kabupaten Jember, Jawa Timur, Jumat malam (10/11/2017). (KOMPAS.com/ MOH NADLIR)

JAKARTA, KOMPAS.com – Mahkamah Konstitusi ( MK) menolak permohonan uji materi Pasal 284, Pasal 285 dan Pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Ketiga pasal tersebut mengatur soal kejahatan terhadap kesusilaan.

Namun, banyak pihak yang salah memahami putusan tersebut. Belakangan banyak beredar postingan di media sosial yang menuduh MK telah melegalkan perbuatan zina dan homoseksual dalam putusannya.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD pun angkat bicara terkait hal itu.

Melalui akun Twitter pribadinya, Mahfud menegaskan bahwa MK menolak memberikan perluasan tafsir ketiga pasal seperti yang dimohonkan oleh pemohon.

(cuitan di https://twitter.com/mohmahfudmd/status/941818855244021760)

Ia menegaskan, sebagai lembaga yudikatif, MK tak memiliki wewenang untuk membuat norma hukum baru.

“Yang kurang paham, menuding MK membuat vonis membolehkan zina dan LGBT. Yang benar MK hanya menolak memberi perluasan tafsir atas yang ada di KUHP, bukan membolehkan atau melarang. MK memang tak boleh membuat norma,” ujar Mahfud seperti dikutip dari akun Twitter @mohmahfudmd, Minggu (17/12/2017).

Mahfud menjelaskan, mengatur untuk membolehkan atau melarang suatu perbuatan merupakan ranah legislatif atau pembuat undang-undang, yakni Presiden dan DPR.

(cuitan di https://twitter.com/mohmahfudmd/status/941826723699552256)

Dalam putusannya, lanjut Mahfud, MK menolak memberikan tafsir sebab hal itu sudah diatur secara jelas dalam KUHP.

“Mengatur untuk membolehkan atau melarang sesuatu itu adalah ranah legislatif, bukan ranah yudikatif. MK menolak memberi tafsir karena sudah diatur jelas di KUHP. Zina tetap dilarang. Di dalam RUU-KUHP yang sekarang hampir diundangkan itu sudah diatur dengan lebih tegas,” tuturnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono.

Menurutnya, harus dipahami bahwa kewenangan MK adalah sebagai negative legislator bukan dalam pemahaman sebagai pembentuk undang-undang atau positive legislator.

Ketika menyangkut norma hukum pidana, MK dituntut untuk tidak memasuki wilayah kebijakan pidana atau politik hukum pidana.

Pengujian pasal 284, 285 dan 292 KUHP, Supriyadi, pada pokoknya berisikan permohonan kriminalisasi maupun dekriminalisasi terhadap perbuatan tertentu.

“Hal itu tidak dapat dilakukan oleh MK karena merupakan bentuk pembatasan hak dan kebebasan seseorang dimana pembatasan demikian sesuai dengan Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945 adalah kewenangan ekseklusif pembuat undang-undang,” kata Supriyadi.

Permohonan uji materi Pasal 284, Pasal 285 dan Pasal 292 KUHP dalam perkara nomor 46/PUU-XIV/2016 diajukan oleh Guru Besar IPB Euis Sunarti bersama sejumlah pihak.

Pemohon dalam gugatannya meminta pasal 284 tidak perlu memiliki unsur salah satu orang berbuat zina sedang dalam ikatan perkawinan dan tidak perlu ada aduan.

Terkait pasal 285, pemohon meminta MK menyatakan bahwa pemerkosaan mencakup semua kekerasan atau ancaman kekerasan untuk bersetubuh, baik yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan maupun yang dilakukan oleh perempuan terhadap laki-laki.

Sementara pada pasal 292, pemohon meminta dihapuskannya frasa “belum dewasa”, sehingga semua perbuatan seksual sesama jenis dapat dipidana. Selain itu, homoseksual haruslah dilarang tanpa membedakan batasan usia korban, baik masih belum dewasa atau sudah dewasa.

Dalam putusannya MK menilai dalil para pemohon tersebut tidak beralasan menurut hukum sebab pada prinsipnya permohonan pemohon meminta Mahkamah memperluas ruang lingkup karena sudah tidak sesuai dengan masyarakat.

Hal itu berakibat pada perubahan hal prinsip atau pokok dalam hukum pidana dan konsep-konsep dasar yang berkenaan dengan suatu perbuatan pidana. Artinya secara substansial, pemohon meminta MK merumuskan tindak pidana baru yang merupakan wewenang pembentuk undang-undang.

Hakim MK Maria Farida mengatakan, Mahkamah tidak memiliki kewenangan untuk merumuskan tindak pidana baru sebab kewenangan tersebut berada di tangan Presiden dan DPR. Menurut Maria, MK tidak boleh masuk ke dalam wilayah politik hukum pidana.

“Produk hukum pidana lahir dari kebijakan pidana atau politik hukum pidana pembentuk undang-undang. MK tidak boleh masuk wilayah politik hukum pidana,” tutur Maria dalam sidang pleno di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (14/12/2017).

Penulis: Kristian Erdianto
Editor: Diamanty Meiliana”.

——

(5) Salinan narasi selengkapnya: “Na’udzubillahi mindzalik 😓😓

#copas

Dr. Henri Salahudin
Direktur Eksekutif INSISTS
(Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations)

KETIKA GENDERANG PERANG ITU DITABUH

Kumpulan homoseks & lesbi beraksi,
menuntut agar mereka bebas menebar kemungkaran di bumi wali,
Indonesia pertiwi…

Mereka berkampanye di hari perempuan,
menuntut agar kemungkaran mereka dilindungi hukum & perundang2an.
Dengan gagahnya mereka bentangkan spanduk menuntut hak berekspresi.
Berteriak lantang seolah-olah minta izin tanpa peduli:

“Pak kyai, Habaib, Ustadz-ustadz dan semua tokoh agama yang dihormati…
Ijinkan kami melakukan yang kami sukai, meskipun kalian tidak menyukai”.

Mereka tidak lagi takut kampanye homo secara terbuka di ruang publik & beraksi iring-iringan
Walaupun tidak jauh dari kantor-kantor keagamaan, ormas Islam, simbol-simbol kenegaraan yang dibangun dengan darah syuhada yang bertetesan.

Mungkin mereka menganggap Ustadz-ustadz & segala ormas cuma pintar ceramah & khutbah
Mereka juga mungkin meremehkan kemampuan Ustadz-ustadz bertungkus lumus menyusun program-program pembangunan moral yang mereka khutbahkan & beranggapan bahwa Ustadz-ustadz itu cuma CARE dengan politik kepemimpinan, dikira kalau Indonesia presidennya si A atau si B, semua masalah beres.
Atau mereka pikir kalau umat Islam ada yang kaya & berjiwa sosial, paling2 cuma untuk bangun mesjid, mengumrohkan orang atau untuk kegiatan politik…..”

Cucu-cucuku…
Itulah kondisi Indonesia di tahun 2019…
Padahal kala itu di tahun 2019, geliat keislaman bangsa Indonesia sedang bergerak memuncak,

Ada gerakan hijrah,
Aksi damai 212,
Gerakan pejuang subuh,
Dan banyak lagi Da’i-dai muda yang mendalam ilmu agamanya, menarik penyampaiannya..

Tapi kenapa justru kaum homo saat itu berani beraksi terbuka?
Itu Pekerjaan Rumah buat kamu pikirkan, Cu..

Maka jangan heran di tahun 2019 ini,
meskipun Indonesia itu mayoritasnya masih Muslim,
Tapi sekarang ini kelompok homo & lesbi sudah dilindungi hukum & UU.
Mereka bebas mengekspresikan kemungkaran di ruang publik..
Bahkan orang yg menasehati mereka, terancam dengan delik pidana,
Demikian juga Ustadz-ustadz yang menjelaskan tafsir ayat kaum Nabi Luth pun sudah mulai takut, sembunyi-sembunyi…

Ini persis di jaman kakek dulu, ketika kampanye deradikalisasi dan anti terorisme ditebar serentak, maka tidak banyak Ustadz-ustadz yang berani menjelaskan masalah jihad.
Mereka takut dibilang pro teroris.
Padahal tidak ada hubungannya antara terorisme dan konsep jihad..

(dongeng pengantar tidur untuk cucu2 kita kelak)

https://rmol.co/amp/2018/03/08/329848/Stop-Persekusi-LGBT-Jadi-Tuntutan-Aksi-Hari-Perempuan-Internasional-“.