Gempa bumi dan tsunami menerjang Sigi memicu fenomena likufaksi atau ‘tanah bergerak’. (Foto: ANTARA FOTO/BNPB)
Jakarta, CNN Indonesia — Gempa bumi yang mengguncang Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah pada Jumat (28/9) memunculkan fenomena tanah bergerak atau likuifaksi. Fenomena tersebut diketahui terjadi di Sigi, Sulawesi Tengah.
Dewan penasehat Ikatan Ahli Geologi Indonesia Rovicky Dwi Putrohari menjelaskan likuifaksi terjadi karena adanya getaran gempa, bukan karena tsunami. Fenomena ini menurutnya banyak dan hampir semua fenomena kegempaan muncul likuifaksi.
“Likuifaksi terjadi karena ada getaran gempa yang memicu terjadinya fraksi (butiran) kasar yang terkumpul di bawah dan butiran halus serta air akan keluar,” jelas Rovicky kepada CNNIndonesia.com melalui pesan singkat, Minggu (30/9).
Fenomena ini mengakibatkan turunnya daya dkung tanah terhadap tekanan di atasnya. Likuifensi merupakan fenomena alamiah yang terjadi karena adanya aktivitas kegempaan.
“Likuifaksi ini kalau diibaratkan seperti kita sedang mengetuk-ngetuk toples untuk memasukkan suatu benda supaya ada banyak yang masuk ke dalamnya. Ini menyebabkan cairan atau material halus berada di atas,” imbuhnya.
Rovicky yang sudah lebih dari 25 tahun berkecimpung di bidang geologi ini mengatakan likuifaksi terjadi pada lapisan di bawah tanah ang biasanya berupa butiran berukuran pasir. Air yang tersimpan di dalamnya akan ikut terbawa keluar ketika terjadi likuifaksi.
Proses inilah yang kemudian membuat tanah bercampur air menjadi lumpur yang keluar dari dalam perut Bumi.
Untuk terhindar dari likufaksi, ia mengatakan biasanya lapisan tanah yang berupa pasir dikeringkan sebelum membuat bangunan di atasnya. Untuk konstruksi bangunan bertingkat tinggi, menurutnya ada soil boring untuk melihat apakah ada hal-hal yang dikhawatirkan terjadi likuifaksi.
Soil boring sendiri merupakan teknik yang dipakai untuk mensurvei tanah dengan mengambil beberapa inti dangkal dari sedimen. Teknik ini sangat penting digunakan sebelum melakukan pengeboran untuk investigasi lepas pantai untuk menentukan kondisi tanah.
“Perlu dicatat likuifaksi ini bukan akibat beban di atasnya, tetapi akibat getaran gempa. Namun, gejala likuifaksi bisa merusak konstruksi di atasnya,” ucapnya.
Sebelumnya, Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho dalam konferensi media membenarkan adanya fenomena likuifaksi yang memicu kemiringan tertentu akibat diguncang gempa dan longsor.
“Likuifaksi ini membuat material tanah menjadi padat seperti lumpur. Terjadi karena ada kemiringan tertentu akibat diguncang gempa, akibatnya ada permukaan tanah yang naik dan turun,” jelas Sutopo di tengah konferensi media.
(video)
(evn)”.
——
(2) http://bit.ly/2IsKloV, Detik: “Minggu 30 September 2018, 20:59 WIB
Fenomena Likuifaksi ‘Tanah Bergerak’: Jepang, NZ, hingga Sulteng
Andhika Prasetia – detikNews
(foto)
Rumah amblas akibat likuifaksi di San Francisco tahun 1906 (Foto: dok. USGS)
Jakarta – Fenomena likuifaksi (soil liquefaction) yang membuat bangunan dan pohon ‘berjalan’ muncul setelah gempa bumi yang mengguncang Sulawesi Tengah. Fenomena ini juga pernah dialami di berbagai negara akibat gempa bumi.
Likuifaksi merupakan fenomena di mana kekuatan tanah berkurang karena gempa yang mengakibatkan sifat tanah dari keadaan padat (solid) menjadi cair (liquid). Likuifaksi disebabkan tekanan berulang (beban siklik) saat gempa sehingga tekanan air pori meningkat atau melampaui tegangan vertikal. Inilah yang menyebabkan benda-benda di sekitar lokasi jadi terseret.
“Likuifaksi (adalah) tanah yang kehilangan kekuatan akibat diguncang oleh gempa, yang mengakibatkan tanah tidak memiliki daya ikat. Guncangan gempa meningkatkan tekanan air sementara daya ikat tanah melemah, hal ini menyebabkan sifat tanah berubah dari padat menjadi cair,” ujar Kepala Bagian Humas BMKG, Harry Tirto Djatmiko, Minggu (30/9/2018).
Lantas, di mana saja likuifaksi ini pernah terjadi?
1. Sulawesi Tengah
Likuifaksi terjadi sesaat setelah gempa bermagnitugo 7,4 di Sulawesi Tengah, Jumat (28/9). Rumah dan pohon amblas akibat likuifaksi.
“Ada video yang beredar rumah dan pohon yang kelihatannya berjalan, itu terjadi saat gempa bukan satu hari atau dua hari kejadian. Termasuk rumah yang ada di perumahan Balaroa ini kondisinya amblas. Menyebabkan bangunan rubuh hanyut dan sebagainya. Fenomena liquefaction. Itu adalah fenomena alamiah,” ujar Kepala Pusat Data dan Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di kantor BNPB, Jl Pramuka, Jakarta Timur, Minggu (30/9/2018).
Ada empat lokasi yang mengalami likuifaksi. Kebanyakan di Kabupaten Sigi.
“Ada beberapa yang karena liquefaction 4 tempat di Jl Dewi Sartika Palu Selatan, di Petobo, Biromaru (Sigi), di Sidera, (Sigi)” kata Sutopo.
2. Niigata, Jepang
Dikutip dari USGS, peristiwa di Niigata (1964) merupakan salah satu likuifaksi yang paling terkenal. Akibatnya, bangunan apartemen amblas.
Fenomena ini terjadi pada 16 Juni 1964 pascagempa bermagnitudo 7,5. Ada sekitar 2.000 rumah yang dilaporkan hancur total.
3. Christchurch, Selandia Baru
Gempa bermagnitudo 6,3 terjadi pada tanggal 25 Februari 2011 yang mengakibatkan likuifaksi. Dilansir dari The New Zealand Herald, sejumlah bangunan rusak akibat likuifaksi.
4. Pohang, Korea Selatan
Fenomena ini terjadi tanggal 15 November 2017. Pemerintah Korea Selatan menyebutkan likuifaksi yang terjadi tidak menimbulkan kerusakan signifikan di Pohang.
Dilansir dari Korea Times, Kementerian Dalam Negeri dan Keselamatan Korsel mengkonfirmasi lima wilayah telah terkena pencairan. Tetapi tingkat keseriusan dari empat lainnya bahkan lebih rendah.
5. San Francisco, Amerika Serikat
Sebuah rumah di Mission District San Francisco mengalami kerusakan akibat likuifaksi yang terjadi akibat gempa bumi pada 18 April tahun 1906. Guncangan gempa menyebabkan isi buatan mencair dan kehilangan kemampuannya untuk menyangga rumah.
Likuifaksi juga terjadi di Dore Street, San Francisco di periode yang sama. Rumah-rumah di lokasi amblas. Dilansir dari USGS, daerah tersebut dulunya merupakan tanah rawa.
(dkp/imk)”.
======
Sumber: https://www.facebook.com/groups/fafhh/permalink/755550888110782/
"Dewan penasehat Ikatan Ahli Geologi Indonesia Rovicky Dwi Putrohari menjelaskan likuifaksi terjadi karena adanya getaran gempa, bukan karena tsunami. Fenomena ini menurutnya banyak dan hampir semua fenomena kegempaan muncul likuifaksi.", selengkapnya di bagian REFERENSI.
Posted by Aribowo Sasmito on Monday, October 1, 2018