The mother of Palestinian Hiatham Al-Jamal, 15, who was killed during a protest at the Israel-Gaza border, gestures as she shows clothes he bought to wear during Eid al-Fitr holiday, in Rafah in the southern Gaza Strip June 14, 2018. REUTERS/Ibraheem Abu Mustafa
Economic hardship arising from years of blockades, conflict and internal political rivalries has also darkened the mood in the Islamist Hamas-run territory of two million people, where Gaza economists put the unemployment rate at 49.9 percent.
“This is the toughest Eid of my life,” Worod al-Jamal, whose 15-year-old son Haitham was killed by Israeli fire at a protest on June 7, said on Thursday on the eve of the holiday.
(photo)
A vendor sells sweets as Palestinians shop in a market ahead of the upcoming Eid al-Fitr holiday marking the end of the Muslim holy month of Ramadan, in Rafah in the southern Gaza Strip June 14, 2018. REUTERS/Ibraheem Abu Mustafa
She showed reporters the new pair of jeans, shoes and a T-shirt her son bought just two days before his death. Purchasing new children’s clothing is part of the holiday tradition.
Dozens of other families in Gaza are also in mourning this year. Deepening poverty has only compounded a sense of despair.
“The situation is bad … Purchasing power is very weak and sales this year are at their lowest in years,” said Omar al-Bayouk, whose clothing shop, like many others stores in Gaza, was virtually devoid of customers in the run-up to the holiday.
(slideshow)
Slideshow (2 Images)
In Gaza’s Nusseirat refugee camp, Abdel-Rahman Nofal, 15,
shopped with his father for new clothes.
“I bought a pair of shoes but I will only be able to wear one shoe. The other, I will keep at home,” said the teen, whose left leg was amputated after he was wounded by Israeli army gunfire at one of the protests.
Palestinians have been holding mass demonstrations at the border to demand a right of return to what is now Israel not only for those who fled or were forced to flee their homes in the war around Israel’s creation in 1948 but also for millions of descendants.
The U.N. General Assembly condemned Israel on Wednesday for excessive use of force against Palestinian civilians. The United States called the resolution one-sided, saying it did not mention Hamas and accusing the group of initiating the violence.
Israel has said that many of the 125 dead were militants using civilians as human shields and that its army was repelling attacks on the border fence with Gaza.
Editing by Jeffrey Heller/Mark Heinrich”.
——
(4) http://bit.ly/2yfnr2T, antaranews.com: “Serangan fatal Israel kelamkan libur Idul Fitri di Gaza
Kamis, 14 Juni 2018 19:48 WIB
(foto)
Seorang anggota keluarga menangis saat pemakaman perawat Palestina Razan Al-Najar, yang menurut petugas kesehatan dan seorang saksi tewas oleh pasukan Israel saat mencoba menolong pengunjuk rasa yang terluka di perbatasan Gaza, di Khan Younis di selatan Jalur Gaza, Sabtu (2/6/2018). (REUTERS/Mohammed Salem)
“Saya membeli sepasang sepatu, tetapi saya hanya akan bisa memakai satu sepatu.”
Gaza (ANTARA News) – Serangan fatal Israel atas sedikit-dikitnya menewaskan125 warga Palestina selama unjuk rasa di perbatasan Gaza membuat kelam perayaan Idul Fitri, yang menandai akhir bulan Ramadan umat Muslim, di wilayah itu.
Kesulitan ekonomi dari tahun-tahun pengucilan, perang dan persaingan politik dalam negeri juga menggelapkan suasana hati warga di wilayah berpenduduk dua juta orang dan dikelola Hamas tersebut. Kawasan itu disebut ekonom Gaza memiliki tingkat pengangguran 49,9 persen, demikian laporan kantor berita Reuters.
“Ini adalah Idul Fitri tersulit dalam hidupku,” kata Worod al-Jamal, yang anak lelakinya bernama Haitham (15) tewas akibat tembakan Israel dalam unjuk rasa pada 7 Juni 2018.
Dia menunjukkan kepada wartawan satu celana jins, sepatu dan kaos baru, yang dibeli sang putra dua hari sebelum kematiannya.
Membeli pakaian anak-anak baru adalah bagian dari tradisi liburan.
Puluhan keluarga lain di Gaza juga berduka cita tahun ini. Memperdalam kemiskinan hanya menambah rasa putus asa.
“Situasinya buruk. Daya beli sangat lemah dan penjualan tahun ini berada pada titik terendah dalam beberapa tahun,” kata Omar al-Bayouk, pemilik toko pakaian di Gaza.
Seperti toko lainnya di Gaza, ia menuturkan bahwa hampir tidak ada pelanggan menjelang liburan Idul Fitri 1439 Hijriyah.
Sementara itu, di kamp pengungsi Nusseirat Gaza, Abdel-Rahman Nofal (15) tampak berbelanja pakaian baru dengan ayahnya.
“Saya membeli sepasang sepatu, tetapi saya hanya akan bisa memakai satu sepatu. Yang lain, akan saya simpan di rumah, “kata remaja itu, yang kaki kirinya diamputasi setelah terluka akibat tembakan tentara Israel di salah satu protes di Gaza.
Warga Palestina telah mengadakan demonstrasi massal di perbatasan untuk menuntut hak kembali ke wilayah yang sekarang menjadu Israel tidak hanya bagi mereka yang melarikan diri atau terpaksa meninggalkan rumah mereka akibat perang di sekitar pembentukan Israel pada 1948 tetapi juga untuk jutaan orang keturunan.
Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengutuk Israel pada Rabu (13/6) atas penggunaan kekuatan bersenjata yang berlebihan terhadap warga sipil Palestina.
Namun, Israel balas menuduh resolusi PBB itu bersifat satu pihak, karena tidak menyebutkan Hamas sebagai pihak pemicu aksi kekerasan.
Israel mengatakan bahwa banyak dari 125 orang hang tewas adalah militan yang menggunakan warga sebagai tameng manusia dan pasukannya memukul mundur serangan di pagar perbatasan dengan Gaza.
Pewarta: –
Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2018”.
======
Sumber: https://web.facebook.com/groups/fafhh/permalink/660190214313517/