“Beberapa jenis telur memang akan terlihat lebih cair atau terdapat bakteri di dalamnya saat disimpan terlalu lama. Terlebih, jika ada keretakan di cangkang telurnya, bakteri atau jamur akan lebih mudah masuk. Namun keberadaan telur palsu tidak dimungkinkan. Pasalnya, secara harga saja, pembuatan telur palsu bisa lebih tinggi dari telur asli.

Setyo mengingatkan mengunggah atau menyebarkan berita palsu di sosial media dapat menjadi kasus tersendiri, yakni pelanggaran terhadap Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta pelakunya bisa terkena hukuman maksimal enam tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. “Pikir dulu, baru sharing. Jangan sharing dulu, baru pikir,” tuturnya.”

https://goo.gl/5eJS9j

“Satgas Pangan Polri Pastikan Tak Ada Telur Palsu Beredar di Pasar

Reporter: Tempo.co
Editor: Juli Hantoro
Jumat, 16 Maret 2018 16:07 WIB

(foto)
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Setyo Wasisto datang ke rumah duka di Jalan Condet, Pejaten, Jakarta Selatan, 14 Desember 2017. Jenazah AM Fatwa akan dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Magang-TEMPO/ Naufal Dwihimawan Adjiditho

TEMPO.CO, Jakarta – Kepala Satuan Tugas Pangan Polri Irjen Setyo Wasisto menegaskan tidak ada telur palsu sebagaimana yang sempat beredar melalui video viral di media sosial. Keberadaan telur yang dianggap sebagai telur palsu ini telah diuji di beberapa wilayah, salah satunya Sumbawa.

“Tidak ada namanya telur palsu,” kata Setyo saat ditemui di gedung Humas Polri, Jakarta, Jumat, 16 Maret 2018.

Beberapa jenis telur memang akan terlihat lebih cair atau terdapat bakteri di dalamnya saat disimpan terlalu lama. Terlebih, jika ada keretakan di cangkang telurnya, bakteri atau jamur akan lebih mudah masuk. Namun keberadaan telur palsu tidak dimungkinkan. Pasalnya, secara harga saja, pembuatan telur palsu bisa lebih tinggi dari telur asli.

“Komponennya jelas, kuning telur, putih telur, dan cangkang. Kalau mau dipalsukan, berapa biayanya?” ujar Setyo.

Sebelumnya, terdapat video seorang perempuan berbaju merah, yang menjelaskan keberadaan telur palsu. Ia menyebutkan ciri-cirinya, antara lain cangkangnya cenderung lebih keras, teksturnya seperti jeli sehingga tidak mudah terhambur, serta kuning dan putihnya tidak menyatu.

“Kalau ragu-ragu, tolong jangan mengunggah di media sosial,” ucap Setyo, yang juga merangkap sebagai Kepala Divisi Humas Polri.

Setyo mengingatkan mengunggah atau menyebarkan berita palsu di sosial media dapat menjadi kasus tersendiri, yakni pelanggaran terhadap Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta pelakunya bisa terkena hukuman maksimal enam tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. “Pikir dulu, baru sharing. Jangan sharing dulu, baru pikir,” tuturnya.

Setyo mengatakan penyebaran konten palsu ini berdampak secara luas, terutama kepada para penjual dan peternak. Selain itu, kata dia, konsumen menjadi ikut ragu-ragu untuk mengkonsumsi telur.

“Kalau ragu-ragu (apakah suatu barang palsu atau tidak), silakan lapor ke dinas terkait atau polisi,” katanya.

FADIYAH”.

======

Sumber: https://www.facebook.com/groups/fafhh/permalink/615434032122469/