Sumber: Portal Berita Alternatif Posmetro, Suara Nasional, dan Kepolink
(untuk posmetro sudah tidak aktif, sedangkan suara nasional dan kepolink masih bisa dibuka linknya. Berikut linknya:
Narasi:
UU Dwi Kewarganegaraan yang akan dipercepat disahkan justru akan memudahkan China kuasai Indonesia dan pribumi makin terjajah.
“Dengan Dwi Warga negara hanya diaspora china yang mampu menggunakannya,” kata mantan anggota DPR Djoko Edhi S Abdurrahman kepada suaranasional, Sabtu (20/8).
Kata Djoko Edi, diaspora China telah digunakan oleh Presiden Soeharto untuk memutar mesin ekonomi Trilogi Pembangunan Nasional.
“Mereka berada di 166 perusahaan konglomerat dan perannya dalam pernyataan ABRI thn 1998 menguasai 82% asset negara, dan menguasai 64% PDB,” ungkap Djoko Edhi.
Menurut Djoko Edhi Saat ini Diaspora China menguasai 80% ekonomi nasional. Jadi cukup jelas kontribusi diaspora terhadap kemajuan bangsa. Cuma kontribusinya malah membuat pribumi hanya memiliki 20% kekayaan negara.
“Data BPS pada kondisi akhir Orde Baru, kekuasaan 82% kekayaan negara itu, menggunakan CR-4 (consentration ratio 4 digit) diketahui hanya mencakup 6% masyarakat indonesia. Artinya bangsa indonesia yg 234 juta hanya makan dari 18% kekayaan negara. Sisanya utk diaspora China.
Penjelasan:
Faktanya, perihal perubahan undang-undang kewarganegaraan itu masih berupa wacana. Hal itu diklarifikasi oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto. Berikut cuplikan klarifikasi beliau:
[…]Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan, revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan bukan untuk menjadikan Indonesia menjadi negara penganut dwi-kewarganegaraan.
“Tidak bisa serta-merta, enggak bisa kemudian ada perubahan UU menjadi dwi-kewarganegaraan,” ujar Wiranto di Kompleks Istana Kepresidenan pada Kamis (18/8/2016).
Menurut Wiranto, perubahan prinsip warga negara tunggal menjadi warga negara ganda bukan perkara mudah. Perubahan itu pasti melalui proses panjang, penuh debat, sekaligus penuh pertimbangan yang matang.
Sebab, prinsip kewarganegaraan tunggal yang telah dianut Indonesia melalui proses historis panjang dan dalam. Bahkan, menurut Wiranto, ada momen bersejarah yang menyakitkan.
“Kalau kita tidak hati-hati, nanti justru menjadi bumerang. Kita ini beda dengan Amerika Serikat dan Eropa,” ujar Wiranto.[…]
Selain itu, isu mengenai revisi undang-undang kewarganegaraan itu pun ditanggapi oleh Ketua DPR Ade Komarudin, Anggota Komisi Hukum dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani, dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dari tanggapan ketiganya, dapat diambil kesimpulan bahwa isu revisi undang-undang kewarganegaraan tidak bisa dilakukan dengan cepat dan perlu kajian mendalam.
Selain itu, wacana revisi tersebut kiranya lebih ditujukan untuk seluruh warga negara diaspora Indonesia yang ada dan tinggal di luar negeri . Dengan kata lain, itikad merevisi undang-undang kewarganegaraan itu tidak hanya ditujukan pada satu golongan atau kelompok tertentu, bila merujuk pada klaim artikel sumber ialah warga keturunan Tionghoa. Berikut kutipan artikel tersebut:
[…]TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Ade Komarudin, mengatakan revisi Undang-Undang tentang dwi kewarganegaraan sebaiknya diusulkan pemerintah. Meski DPR dapat mengusulkan, dia menilai pembahasan akan lebih cepat bila usulan revisi berasal dari pemerintah.
“Biar kami masukkan ke Prolegnas (program legislasi nasional), nanti dievaluasi Prolegnas mana yang didahulukan,” kata dia di Media Center, komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 19 Agustus 2016.
Anggota Komisi Hukum dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani menambahkan, revisi UU Kewarganegaraan memang harus dikerjakan. Tapi dia menilai ini tidak sepenting seperti revisi UU Terorisme. “Sulit menilai apakah mendesak atau tidak,” katanya.
Menurut dia, bila revisi itu bertujuan mempermudah dwi kewarganegaraan maka kajian mendalam diperlukan. Sebab, di banyak negara lain, UU Kewarganegaraannya cenderung mempersempit dual citizenship.
Sekretaris Jenderal PPP ini mencontohkan Australia pada 1990-an menerapkan asas Ius Soli murni, yang membuat siapapun yang lahir di sana langsung menjadi warga negara Australia. Namun, belakangan mereka merubahnya dan meminta warganya yang di atas 18 tahun untuk memilih bila mempunyai dua kewarganegaraan. “Saya lihat ada tren liberalisasi yang berkebalikan dengan negata lain,” kata dia.
Arsul berujar di satu sisi penerapan dwi kewarganegaraan bisa menguntungkan. Sebab, diaspora yang di luar negeri dan mau kembali ke Indonesia tidak direpotkan. “Mungkin kita perluas dwi kewarganegaraan berlaku hanya untuk diaspora saja,” kata dia.
Soal kewarganegaraan ramai dibicarakan setelah terungkat bahwa Arcandra Tahar adalah Warga Negara Amerika Serikat. Setelah 20 hari bekerja menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, pada Senin lalu, 15 Agustus 2016, Arcandra dicopot dari jabatannya.
Belum ada investigasi soal bagaimana seorang warga asing menjadi menteri, sejumlah pihak ingin Arcandra segera dijadikan Warga Negara Indonesia lagi setelah sejak 2012 dia mengantongi paspor Amerika.
Wakil Presiden Jusuf Kalla pun mengungkapkan bahwa Arcandra Tahar sudah menegaskan bahwa dia berniat untuk menjadi warga negara Indonesia. Oleh karena itu, kata Jusuf Kalla, pemerintah akan segera memproses hal itu. “Kami bantu percepat proses kewarganegaraan itu. Beliau ingin mengabdi kepada Indonesia, pemerintah juga masih butuh keahlian beliau,” ujarnya di Kantor Wakil Presiden hari ini, Jumat, 19 Agustus 2016.[…]
Dengan demikian, klaim atas revisi undang-undang kerwarganegaraan hanya untuk mempermudah satu golongan atau kelompok tertentu kiranya tidak benar. Dapat dikatakan, berita klaim itu termasuk berita hoax.
Referensi:
https://nasional.tempo.co/read/797314/ketua-dpr-dorong-revisi-uu-kewarganegaraan