SUMBER: http://finance.detik.com/moneter/3031087/bank-bumn-dapat-utang-china-rp-42-t-kementerian-kami-tidak-gadai-negara

NARASI:
Jakarta – Komisi VI DPR menyoroti pinjaman yang diberikan Bank Pembangunan China (China Development Bank/CBD) kepada tiga bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pinjaman ini dikhawatirkan menjadi pintu masuk bagi China menguasai perusahaan pelat merah.

Anggota DPR komisi VI dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Iskandar D. Syaichu, mengatakan menyampaikan hal tersebut saat rapat dengan pendapat (RDP) Komisi VI bersama Kementerian BUMN dan BUMN terkait, di gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (29/9/2015).

Tiga bank yang dimaksud adalah PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI). Para direktur utama (dirut) bank-bank tersebut ikut hadir dalam rapat.

“Tiga bank ini bukan instrumen tukar guling saham China? Karena publik di luar pun menilai ini jadi salah satu skenario privatisasi tiga bank yang sangat sehat dan saya yakin kondisi dunia hari ini kita tidak akan bisa mendapatkan pinjaman dari negara mana pun. Saya ingin jaminan bahwa ini bukan pintu China menguasai saham-saham tiga bank ini,” katanya.

Menjawab tuduhan tersebut, Deputi Bidang Jasa Keuangan Kementerian BUMN Gatot Trihargo, menyatakan utang tersebut tidak ada hubungannya dengan saham perusahaan pelat merah.

“Kita komitmen tidak akan gadaikan negeri ini. Bapak-bapak dirut yang ada di sini hatinya ke merah putih Pak. Jadi tidak ada yang digadaikan. Tidak ada tekanan sama sekali dalam negosiasi. Justru harus kita pandang sebagai kepercayaan negara dunia kepada Indonesia di saat kondisi ekonomi dunia tidak membaik. Tidak ada yang kita jaminkan,” kata Gatot.

Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Golkar, Dwie Aroem Hadiatie, ikut bertanya soal kebutuhan modal BUMN dan rencana tambahan modal melalui Penyertaan Modal Negara (PMN).

“Saat ini berlangsung BUMN-BUMN mengajukan PMN. Di mana PMN itu menyedot uang negara triliunan. Apa jumlah tersebut itu tidak memenuhi pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan sehingga harus meminjam (dari China)?” Tanya Dwie.

“Kita terima kasih sekali kepada pimpinan dan bapak ibu sekalian karena telah memberikan PMN. Dana itu akan masuk sebagai ekuitas BUMN, dan nantinya akan meminjam kepada perbankan. Jadi komposisinya itu 30-70, 70 dari perbankan dan 30 dari BUMN,” jawab Gatot.

“Yang pasti memang 5 tahun ke depan di RJPP kalau kita lihat pendanaan infrastruktur sangat luar biasa, berarti ada gap yang harus diisi sebesar Rp 335 triliun. Oleh karena itu, Ibu Menteri (BUMN) sudah menyetujui muatan pinjaman untuk meningkatkan infrastruktur dan pinjaman jangka panjang selama 10 tahun. Jadi sangat match dengan proyek infratruktur yang ada, jadi tidak missmatch,” tambah Gatot.

(ang/ang)

PENJELASAN:
KATADATA ? Direksi tiga bank pelat merah memberikan klarifikasi terkait pinjaman senilai US$ 3 miliar atau sekitar Rp 43 triliun kepada Komisi VI DPR. Mereka menjelaskan, pinjaman dari China Development Bank (CDB) tersebut akan dipakai untuk membiayai proyek infrastruktur.

Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Budi Gunadi Sadikin mengatakan, kebutuhan pendanaan infrastruktur hingga lima tahun ke depan mencapai Rp 5.500 triliun. Dari kebutuhan tersebut, pemerintah paling besar hanya dapat memenuhi setengahnya, sedangkan sisanya akan dibiayai oleh swasta dan badan usaha milik negara (BUMN).

Budi mengasumsikan 50 persen yang ditanggung swasta dan BUMN mencapai Rp 2.750 triliun atau US$ 187 miliar. Dari porsi tersebut, perbankan biasanya menanggung 70 persen, atau sekitar US$ 130 miliar. Namun, likuiditas perbankan Indonesia saat ini hanya mencapai US$ 27 miliar, sehingga tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Ini yang membuat bank mengambil pinjaman CDB tersebut.

?Jadi sebenarnya ada shortfall dalam pembiayaan infrastruktur. Dana pihak ketiga kita Rp 4.300 triliun, penyaluran kredit kita sudah Rp 3.800 triliun. Sisa hanya US$ 27 miliar, padahal kebutuhan tadi US$ 130 miliar,? kata Budi dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR, Selasa (29/9).

Kendati begitu, dia mengatakan, pinjaman dari CDB tersebut tidak sekonyong-konyong terjadi. Melainkan sudah masuk dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) 2015 yang telah disetujui Otoritas Jasa Keuangan (OJK). ?Kami juga telah revisi RBB kami pada Juli kemarin ke OJK,? kata Budi.

Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) Ahmad Baiquni menjelaskan pinjaman tersebut akan digunakan untuk membantu pembiayaan infrastruktur, terutama pembangunan pembangkit listrik sebesar US$ 860 juta. ?Sisanya ada tol dan pelabuhan laut dengan total US$ 281 juta,? kata Baiquni.

Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei, dan Jasa Konsultasi Kementerian BUMN Gatot Trihargo mengatakan, tidak ada penjualan aset dalam kesepakatan pinjaman tersebut. Sebaliknya, pinjaman tersebut merupakan kepercayaan asing terhadap kondisi ekonomi Indonesia.

Bahkan, masuknya pinjaman ini akan meningkatkan cadangan devisa untuk memperkuat pasar valuta asing (valas). Pinjaman tersebut seluruhnya menggunakan valas, yakni 70 persen berbentuk dolar Amerika Serikat (AS) dan 30 persen renminbi. ?Ini sebenarnya harus dilihat sebagai sinyal positif,? kata Gatot.

Ketua Komisi VI Achmad Hafisz Thohir mengatakan, Komisi VI perlu menanyakan motivasi ketiga bank tersebut mendapat pinjamana dari CDB. Klarifikasi ini agar tidak terjadi kesimpang siuran informasi yang disebabkan pinjaman tersebut.

?Kami perlu tahu karena ingin memastikan apakah tidak ada yang terjadi dengan APBN apabila hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Lalu bagaimana skemanya,? kata Hafisz.

Ameidyo Daud

REFERENSI:
http://katadata.co.id/berita/2015/09/29/soal-pinjaman-cina-tiga-bank-bumn-klarifikasi-ke-dpr